SELAMAT DATANG DI SENJANG BUDAYA SASTRA

Jika semua orang kita anggap bersalah, maka kesalahan yang terbanyak adalah dari kita. karena salah itu wajar, adakalanya dari sebuah kesalahan akan melahirkan beberapa kebaikan.

Senin, 13 April 2009

Sajak Senjang

AVATAR DALAM PEMILU
Oleh; Muhammad Sayyidul Barqy*)

Kepala botak...jelas Avatar
Tapi bukan semua botak ....Avatar namanya
Kalau pemilu di lantak...jguaaar!
Bagi-bagi uang pada rakyat....malah golput pemenangnya!

Bison gendut bisa terbang
Engkau gendut banyak makan
Siapa pun jadi pemenang
Tolong kami jangan kelaparan

Jailangkung berteman dengan Avatar
Kapan ketemunya? main kelereng dalam mimpi
Wahai bung! Jangan cuman berkoar-koar
Kapan duduknya? engkau petantang-petenteng
mencari siapa di kibuli lagi


Pemilu ya pemilu
Avatar kepala botak berpanah lancip di jidat
Penipu ya penipu
Terus berkoar, terus melantak menjual rakyat

Oooooh......huuuuwah!
Avatar membaca, merapal mantra
Oooooi.......sudahlah!
Engkau terus berkoar, mulutmu sangat berbisa!

Jogya, 9 April 2009
*) penulis orangnya kecil nyalinya besar.

Mitos dan Sindiran dalam Novel Umang




Penulis Novel 'Umang' saat bersama dengan Almukarrom Prof.KH.Mustofa Bisri (Gus Mus) pimpinan PP. Roudotut Tholibin Rembang Jateng






Penulis Novel "Umang" (Baju lengan Pendek)
saat di GRIYA AGUNG Palembang
bersama Bpk. Guburnur Sumatera Selatan (Kanan)
Bpk. Dodi Reza Alex noerdin (paling kiri)
Ketua Depontren Sumsel KH. Hendra Zainuddin, M.Pdi (kiri penulis)

Mitos dan Sindiran dalam Novel Umang

Oleh : M. Sakdillah.*)

Dunia beserta isinya adalah bayang-bayang (aghyar). Bayang-bayang dalam sebuah cermin. Dengan segenap perhiasannya (mata'), dunia dikenang dan dicinta. Tapi, cinta dunia tidaklah abadi. Bayang-bayang dalam sebuah cermin bagaikan tangkai dengan buahnya. Terkadang ranum, terkadang mengkal. Di dalam susastra dikenal istilah istiarah atau bahasa kiasan yang berbentuk sarkasme atau pun hiperbola. Bentuk-bentuk yang tak disadari. Begitu pula dengan mitos, dongeng maupun cerita fiksi, sulit dicari referensinya karena sifatnya. Akhirnya dipertanyakan, cerita itu fiksi atau fakta?

Fiksi dan fakta berasal dari akar kata yang sama di dalam kamus bahasa Inggris, yaitu fictie dan fact, masing-masing secara substantif terbentuk dari huruf-huruf f-c-t. Pertanyaan selanjutnya adalah di mana fiksi dan di mana fakta? Dari posisi inilah, tulisan ini berbicara "mitos dan sindiran" dari novel Umang (2009), karya penulis muda Ferry Irawan AM. (selanjutnya disebut Ferry saja). Meskipun, perdebatan fiksi dan fakta tersebut adalah perdebatan klasik bagi para pengamat sastra, karena dekatnya fiksi dan fakta, antara cerita bohong dan kebenaran. Hanya saja relevansinya yang harus dibawa ke "kenyataan" melalui relasi-relasi dan wacana-wacana yang mengitarinya. Intinya adalah novel Umang bisa diterima atau tidak, sukses atau tidak adalah jika terdapat relevansi makna esensial yang membawa pesan-pesan tertentu bagi manusia yang hidup di dunia realitas. Jika pesan-pesan itu gagal, maka cerita hanya akan berdampak sebatas hiburan dan cerita bohong. Dengan kata lain, pesanlah yang menjadikan cerita itu relevan atau tidak.

Membaca Umang

Faktor mitologi dalam karya Ferry sangat kental. Tidak hanya mitologi, dongeng-dongeng masyarakat yang menjadi social imagination pun tak luput dari tangkapannya. Hal ini menunjukkan kepiawaian sekaligus kekentalan yang pekat Ferry bersama realitas itu sendiri. Berawal dari cerita tentang diri yang hidup di tengah alam, Firman sang tokoh senantiasa hidup dirundung malang. Mimik manusia yang bergelut dan berlomba dengan alam memiliki bahasa alam itu sendiri. "Raja tunggal", "ilmu yang sekali jadi", "menjadi penyair", "menguasai alam ghaib" dan "menebak kejadian" adalah lambang-lambang superioritas alam yang serba aku. Aku yang egois. Memang, kata "aku" jika dibandingkan dengan kata "saya" kesan dan pesan bahasanya lebih egois dan superior. Kata "aku" telah menjadi sangat tidak berarti bagi seorang Khairil Anwar. Karena aku, Khairil Anwar tidak diakui dan terasing secara sosial oleh lingkungannya pada masa itu. Pemberontakan Khairil Anwar adalah penolakannya terhadap aku itu sendiri.

Dari alam, Umang menempatkan diri sebagai dunia yang belum terdeskripsikan dengan baik dibandingkan dengan novel-novel lain; meskipun telah banyak dan sering novel-novel berbau "agama dan simbol" menjadi bahan tulisan.

Secara esensial, Umang menampilkan dunia Jayaloka, daerah transmigran dengan karet dan alam lingkungannya sebagai "ibu" yang melahirkan sang tokoh yang tak lepas dirundung malang, sebagaimana terungkap dalam puisi bersajak berikut;

Hati pilu ditimpa merana

Hidup sudah sebatang kara

Ai … kini telah terusir pula.

Alam dengan pengalamannya (experiences) adalah dunia Firman sang tokoh. Firman adalah tokoh bentukan yang ditempa oleh alam. Dia mengenal lingkungannya. Dia bertarung dan berlomba dengan alam. Firman juga mengenal dongeng-dongeng "dusun" seperti dongeng hantu Sarabanon sebagai awal mula munculnya mitos dalam pikirannya. Dari alam dia belajar dan berinteraksi. Dari alam pula dia dapat. Dengan kata lain, karya dan penulis merekam alam lingkungannya; kejadian-kejadian, wacana-wacana, bahasa-bahasa dan idiom-idiom yang berlaku pada situasi dan kondisi tempat peristiwa itu berlangsung. Sebagaimana dunia santri dengan dinamika-dinamika guru-murid, syariah-tasauf maupun pesan dan dakwah. Dialog mitos Nyi Roro Kidul yang disesuaikan dengan syariat Islam yang merujuk pada ayat yang berbicara tentang Jin.

Firman merapal ajian Pangracut Sukma untuk menggambarkan konsep "makrifah" di dalam tasauf Islam yang tereduksi baik ke dalam jagad cilik dan jagad gede. Puncak jagad cilik dan jagad gede tergambar dalam diri Firman yang mencapai tahapan weruh sak durunge winarah, tahu sebelum diberi tahu.

…Niat ingsun matek ajiku, aji pengracut sukma, …liyep, cut prucut…cut prucut, ……sukmaning ingsun metu songko rogo, metu songko jasad kasar,
ngumboro tanpo batas ruang lan tanpo batas waktu,
manjing sak jeroning niatipun ingsun,…niat ingsun…
ngumboro…, ngumboro sakjeroning winaro,
ngumboro sakdurunge winaro, ngumboro sak wuse winoro…

Bahwa, konsep sufi yang tereduksi baik ke dalam cerita Jawa, Dewa Ruci dan Bima Sakti, umpamanya, tergambar pula dengan baik di dalam sosok Firman yang bertemu dengan Sunan Ampel atau Sunan Kalijaga. Rajin tirakat untuk mengenal nafsu-nafsu di dalam dirinya; jagad cilik (manusia) harus harmonis dengan jagad gede (alam raya), jika buruk jagad cilik maka buruk pula jagad gede. Di dalam tirakat manusia mengatur pola dan tingkah yang harmoni agar alam tidak marah dengan bencananya.

Dari aspek etika santri, memaafkan lebih baik daripada meminta maaf terkemas sebagai inti ajaran guru-santri yang mengutamakan etika kepatuhan, meskipun terdapat sebuah kebencian yang melebihi batas. Digambarkan dalam sejarah Islam, bagaimana Nabi Muhammad Saw. masih memaafkan Abu Sufyan tokoh Quraisy yang memusuhinya, memaafkan Hindun istri pamannya yang memakan hati Hamzah yang juga pamannya.

Dari aspek akidah-syariah terlihat pula dialog antara dua cinta yang berlainan agama, meskipun yang dimenangkan akhirnya adalah basic need, kebutuhan utama terhadap pesan-pesan fikih-ibadah dan akidah daripada pesan-pesan universal seperti pluralisme misalnya.

Membaca Realitas

Kritik sosial hanya tergambar sangat jauh ke dalam di dalam Umang. Tidak pada permukaannya. Jauh kembali ke dalam relung-relung sejarah. Kritik sosial yang bisa diambil adalah ke-aku-an sebagaimana Khairil Anwar. Jika realitas tidak menghendaki sang aku. Sifat superior Firman bisa dikatakan sebagai dunia sekarang yang sudah nyaris kehilangan figur sentral, tak ada lagi idola-idola yang hidup di dalam pikiran. Ketika manusia sibuk dengan aku-nya yang berada di depan televisi dan handphonenya.

Menurut teologi Islam, Aku adalah sifat Allah. Sebagaimana firman-Nya, Ana rabbukumul a'la. Aku-lah TuhanMu Yang Tertinggi. Manusia hanya meminjam ke-aku-annya kepada Allah. Manusia tidak lebih daripada makhluk yang miskin dan papa. Yang lemah dan bodoh. Ketika Nabi Muhammad Saw. mengumandangkan Allahu Ahad, maka ke-Aku-anNya sedang menyapa Ke-aku-an Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan yang merasa terusik kesombongannya. Membaca realitas sekarang, siapa yang tidak lebih aku, kecuali aku?

Secara normatif, kemiskinan (kefakiran) dan kebodohan dalam sejarah Islam telah menjadi perhatian serius dalam perjuangannya. Banyak kalangan Islamisis atau intelektual muslim membahasakan perjuangan Islam adalah perjuangan terhadap kekafiran dan kemusyrikan, sehingga secara ideologis mereka berhadap-hadapan dengan ideologi atau agama di luarnya. Padahal, pada rentang sejarah perkembangan Islam itu sendiri, utamanya, pada Abad pertengahan, karena puncak pertentangan dan permusuhan bukan pada tauhidnya, melainkan pada ideologinya. Oleh sebab itu, di dalam Islam kemiskinan (faqir) dan kebodohan (Jahil) adalah musuh abadi, karena tidak pernah akan habis-habisnya. Hanya sikap (attitude) yang membedakan bagaimana memperlakukan keduanya.

Secara umum, memang kemalangan dan kemiskinan bisa dijumpai di mana-mana. Tidak di negara miskin, tidak pula di negara makmur sekalipun. Bisa dicari di negara mana yang tidak ada kemalangannya. Di Eropa, benua negara-negara pasca-makmur terdapat suku Gipsy. Di Amerika, suku negro baru sekarang mendapat tempatnya, bahkan suku Indian secara sistematis sekarang hanya tinggal sisa-sisanya saja sebagai warga negara asli, seperti orang Betawi dalam cerita canda masyarakat menjadi "tukang ukur tanah", karena tanah milik mereka telah dibangun gedung-gedung tinggi, seperti syair lagu-lagu Iwan Fals, Ujung Aspal Pondok Gede. Di negara Petro-dollar, Arab Saudi, para pengemis berbaris di teras-teras mesjid meminta-minta sambil mengumandangkan ayat-ayat suci. Dengan demikian, fenomena umum secara falsafiabilitas adalah bukan menunjukkan wajah sebenarnya.

***

Pembacaan ini merupakan pembacaan terhadap karya dan tidak melibatkan Ferry sebagai penulis. Pembacaan yang hanya sebatas interpretasi (penafsiran) yang justeru kebenarannya dikembalikan kepada Ferry itu sendiri sebagai pemilik pesannya.

Komunikasi antara pengirim pesan (Ferry) dengan yang dikirim pesan hanya berupa sindiran-sindiran yang tertata apik di dalam mitos yang tersurat dan tersirat di dalam Umang. Susastra menempatkan diri sebagai perantara atau media.

Sasaran Terakhir Bacaan alternatif di tengah derasnya arus informasi.

*) Penulis Independen tinggal di Lubuklinggau.

KEMATIAN DARI SEBUAH CINTA


Masku Purbo,…..

Telah Pergi!

Oleh: Arina Dienana*)

Namaku Yayuk Aria. Kata orang-orang sich aku cantik, warna kulitku putih, hidungku sedikit mancung, idiiih PeDe amat. Terserah dech, apa pun penilaianmu aku tetap senang aja. Eh tahu nggak kamu, aku sekarang sedang stres, karena Mas Purbo berubah! Ya, beberapa bulan belakangan ini masku, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu benar-benar telah berubah! Aku nggak abis pikir kenapa demikian.

Masku Purbo, sama sepertiku masih sekolah di sebuah SMA yang berada dalam kompleks Pondok Pesantren Mafaza Lubukinggau kelas II, sedangkan aku kelas I. Ia bagiku seorang kakak yang sangat baik kepadaku, ulet, humoris, periang, cerdas, gagah meskipun kurang macho, dan tentu saja dia ganteng lho! selain itu orangnya suka mandiri. Mas Purbo juga sering membiayai perongkosan mondoknya dari hasil nakok para (motong karet) pada setiap masa liburan berlangsung.

Keakrabanku dengannya sejak usia Sekolah Dasar (SD) sewaktu masih di Trans Bansos, suatu daerah pedalaman di Kabupaten Musi Rawas, bilangan Sumatera Selatan. Setelah Mas Purbo menamatkan sekolah dasarnya, orang tua kami pindah ke Jayaloka, ke tempat yang masih dalam lingkungan Transmigrasi warisan peninggalan zaman Bung Karno. Eh, kamu tahu enggak dulu bapak presiden kita Soekarno tahun 1958 pernah menanam kepala Kerbau di Jayaloka ini lho, itu sich kata kebanyakan orang-orang tua di sekitarku. Aku sich enggak begitu tahu benar apa tidak.

Dan saat itu aku baru naik ke kelas VI, harus meninggalkan SD lamaku dan pindah ke SD yang baru, SDN I Kecamatan Jayaloka. Dan Mas Purbo saat itu dengan sangat senangnya telah duduk di kelas I SMPN Jayaloka. Kedekatanku dengannya boleh dibilang sangat dekat, jelasnya aku sangat dekat dengannya. Tidak ada rahasia apapun di antara kami. Sekecil apapun permasalahan hidupku selalu kuceritakan padanya. Ia yang dengan kedewasaanya bila dibanding usia SMP-nya bagiku sangat berharga sekali bagiku. Dia selalu menolongku di saat aku butuh pertolongan. Ia selalu menghiburku di saat aku berduka. Dia juga sering membawakan aku oleh-oleh pada saat sepulang sekolah, meskipun bagiku tidak seberapa; entah itu sekadar es balon, boneka kertas, jajanan ringan, uncak cengklig (alat permainan terbuat dari genteng pecah). Pendek kata, ia selalu melakukan hal-hal menurutku adalah yang terbaik, selalu menyenangkan dan sangat berarti.

Sekarang kami sudah sama-sama dewasa. Kami menjadi semakin dekat. Di Pondok Pesantren Mafaza, Mas Purbo menjadi salah satu anggota Group Theater dan Dakwah dari "Santri Mbalule" yang sudah cukup tersohor di Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan. Sifat humorisnya yang semakin kian menjadi itu, selalu membuat lelucon-lelocon dalam setiap aktingnya, Ia selalu membuat penonton merasa sangat terhibur di sela-sela kunjungan da'wah dan ceramah Aba Ferry pimpinan kami. Penampilannya santai dengan berbagai kritik-kritik sosial melalui senjang-senjang, atau akting dagelannya, atau pantun jenakanya selalu membekas baik dan terpuji bagi masyarakat yang mengundang kelompok musik etnik tersebut, hingga aku dan teman-temanku tertawa terbahak pada saat satu kesempatan mengikuti rombongan pentasnya di sebuah dusun pelosok di Desa Napalicin, desa yang masih berada dalam naungan Kabupaten Musirawas dan berbatasan dengan Provinsi Jambi. Sekembalinya dari pentas itu, dengan senang hatinya Mas Purbo mengantar aku dan teman-temanku pulang ke pesantren. Karena dia beserta rombongan akan pentas lagi keeseokan harinya di tempat yang lebih jauh dari itu, Provinsi Jambi.

Pokoknya; Tak ada yang tak menyukai Mas Purbo. Jangankan kawan-kawanku, keluarga dekat, keluarga jauh, tetangga, bahkan nenek-kakek pun ikutan suka sama Mas Purbo. semuanya menyukainya semuanya senang dengan Masku Purbo.
"Sekeliat Rona Membara"

Sekarang,

Mengejutkan!

Aku sebel!

Aku Benci sama dia!

Sekarang dia sangat berubah drastis. Sifat humorisnya seakan tenggelam tiba-tiba. Dia selalu berbicara yang kadang-kadang njlimet, sok falsafah, nada-nada penuh nasehat, membuatku pusing setiap memaknai kata-katanya. Memang sich, dia telah menjadi sosok yang sangat alim di mataku dan teman-temanku, akan tetapi dengan sikapnya yang demikian itu membuat aku menjadi merasa sangat kehilangan dia. Aku seakan tidak mendapatkan dia sebagai Masku seperti yang dulu lagi. Aku tidak terima dengan segala perubahan drastisnya, sungguh sekarang aku benci dia. Itulah Mas Purbo yang sekarang! (bersambung…sabar ya, entar kapan-kapan aku lanjutin kisah ini)

*) Penulis tercatat sebagai santri di Pesantren Mafaza Lubukliggau Sumatera Selatan


Minggu, 12 April 2009

SYETAN PUN INGIN DICINTAI

Syetanpun ingin dicintai

Dalam ludruk budaya Pandir


Segala yang syetan benci otomatis Tuhan sukai. Sebaliknya, segala yang tidak disukai Tuhan pastilah syetan senang. Akan tetapi ada perkara dibenci syetan, juga dibenci oleh Tuhan?

Perkosa saja istrinya syetan atau anak gadisnya syetan, pastilah syetan akan marah padamu dan Allah juga benci terhadap perbuatanmu. Wah, ini konyol namanya!

Tapi, tapi, nanti dulu. Atau, jangan-jangan syetan pun sangat senang kepadamu, karena belum ada dalam sejarah peradaban manapun, ada manusia yang nekat memperkosa istri atau anak gadisnya syetan.


Sebetulnya ini bukan sebuah obrolan dalam dunia manusia atau mereka yang dalam dunia syetan. Saya sekadar ingin mengajak kita yang masih dalam kapasitas manusia ini untuk kembali melihat di mana sebenarnya perbedaan kita (manusia) dengan mereka (syetan).


Kita semua maklum;

Bila tiba bulan Romadhon, mendadak masjid-masjid menjadi ramai penuh sesak dengan padatnya para jama'ah yang melakukan sholat sunnah tarawih. Tetapi di luar Romadhon masjid-masjid itu seakan terperangah kaget atas kelengangan para jama'ah sholat wajibnya yang entah pada kemana?

Para imam-imam di baiat untuk bisa memberikan wejangan dan taushiyah-taushiyah singkat (kultum) meskipun kadang-kadang dengan modal materi pas-pasan yang baru ia dapat dari buku-buku yang baru dibeli pada siang harinya di kaki lima atau di sebuah toko buku.

Para guru TPQ-pun ikut pula kebanjiran order dalam bersafari (keliling) ke setiap masjid-masjid dalam rangka memenuhi undangan berbuka puasa, sholat sunnah tarawih bersama, debat ilmiah di sebuah sekolahan, tadarusan, bahkan sampai ke dinas-dinas pekantoran. Suara lantunan tilawah kitab sucinya indah menggema saat mengimami sholat, qur'annya juga hapal (surat2 pendek juz 'amma juga Qur'an kan?) Meskipun kadang-kadang paginya kita lihat juga ustadz yang baru jadi itu menjadi peserta setia dalam 'asmara shubuh' di salahsatu tanah lapang tengah kota.

Atau kita pernah juga mengtahui; ada sebuah kisah cukup menarik dari salah seorang anggota kalangan legislative kita. Dia mengadakan acara 'menebar cinta dengan kasih sayang' dengan mengundang para anak yatim untuk berbuka puasa bersama di sebuah hotel mewah. Pada waktu berbuka anak anak yatim bersantap senang, bahkan ada yang meneteskan air mata atas segala kenikmatan pemberian Allah terhadap kebaikan kawan kita yang anggota DPR itu. Aku juga menangis. Akan tetapi bukan karena rasa haru-biruku menyaksikan kesenangan anak-anak yatim itu. Melainkan, rasa dukaku yang mendalam terhadap kawan kita sang anggota DPR itu. Dia berkata sambil berbisik kepadaku; ''sebenarnya, aku tak pernah sehari pun melaksanakan puasa, ini hanyalah sebuah sensasi''.

Ini cerita dari dunia penyakit; kita mencaci maki terhadap yang namanya 'penyakit'. Sekecil-seringan apapun dia. Mewakili orang yang sok mewakili, aku mendatangi produk terbaru dari dunia penyakit; namanya ...., kudatangi kutanyai dia;

Saya; 'kenapa setiap saat selalu muncul dari duniamu jenis-jenis penyakit terbaru?'

HIV; 'sebenarnya aku adalah kuno dan usang, kami sudah terprogram dengan baik semenjak penciptaan Adam as. Yang salah orang-orang dari duniamu sendiri yang selalu menyebutkan kami dengan istilah-istilah baru yang lebih seram. Kami hanya menuruti kehendak dari duniamu. Sebagaimana Allahmu dan Allahku menuruti kehendak prasangka dari hamba-hambanya.

Saya; konon jumlahmu semakin banyak seiring dengan banyaknya jenis-jenis makanan maka semakin banyak pula jenis jenis penyakit terbaru yang engkau luncurkan, baru-baru ini aku mendengar; engkau telah launching lagi produk paling barumu 'xx'

Penyakit; kan dari duniamu juga yang sok kepintaran. Kebutuhan .....mu selalu terpaut dengan sempalan-sempalan 'Dajjalisasi'. Coba kau lihat! Para leluhurmu dahulu selalu mengkomsumsi yang sifatnya alami (natural) mereka semua sehat!. Pilihan yang Cerdas. Dan di zamanmu sekarang? Ogah dengan yang berbau 'alami'akhirnya pucuk (godhong, jawa) daun ubi kayu saja misalnya di zaman para pendahulumu di grogoti ulat; itu menunjukkan daun ubi leluhurmu sterile 'bebas penyakit'. Sekarang? Orang -orang dizamanmu sekarang, berlomba menelurkan produk-produk yang paling ganas, agar daun ubi kayu mu bebas dari segala ulat dan hama. Hasilnya; ulat saja takut mati karena racun-racun itu, eh malah orang-orang mu mengklaim dijamin sehat dan bebas kimia. Kalau tidak sakit, minimal lolo, lule, buyan, linglung, akhirnya segalanya jenis penyakit 'diborong habis' (komplikasi).

Apa hubungannya cerita diatas dengan syetan?

Jelas ada!

Kita lihat dari konteks tafsir qur'an.

Demikian, azazil (nenek moyangnya para jin; iblis) dia terusir bukan karena murka Allah. Melainkan karena salahsatu bentuk perwujudan dari sebuah programnya Allah. Artinya, cintanya Allah. Jauh kebelakang, Azazil termasuk diantara makhluq terkasih dan terpilih. Begitu dari sekian banyak kelompok banuljan diberi amanat untuk memelihara bumi. Semua inkar pada komitmen semula. Membunuh, merusak tatanan bumi, permusuhan tak kian henti. Akhirnya kembali program Allah di 'enter' tanpa harus meminta pertimbangan para malaikat-malaikatNya. Terjadilah demikian, banuljan di bumi hanguskan dengan lemparan-lemparan batu dari paruh-paruh burung utusan. Musnah dalam sekejab. Dunia (bumi) menjadi hening. Bau anyir dan sangit melebur menjadi satu. Hanya satu saja yang tersisah dari pemusnahan masal itu. Dia bernama Azazil. Kenapa? Karena Allah adalah yang tak pernah inkar janji, karena Azazil masih setia dengan sifat penghambaannya sebagai seorang hamba. Bukan hanya itu, Azazil mendapat 'surfrise' berupa pengangkatan derajat. Dia (Azazil) di tempatkan kelangit pertama, Azazil tahu diri. Konon aktifitas ibadah (kepatuhan)nya di tempat ini pun lebih 1000 tahun. Hal itu berlangsung setiap perseribu tahun ibada (penghambaan) selalu diberi 'suprise' derajat dari langit satu sampai langit ke tujuh. (bersambung..)