SELAMAT DATANG DI SENJANG BUDAYA SASTRA

Jika semua orang kita anggap bersalah, maka kesalahan yang terbanyak adalah dari kita. karena salah itu wajar, adakalanya dari sebuah kesalahan akan melahirkan beberapa kebaikan.

Senin, 13 April 2009

KEMATIAN DARI SEBUAH CINTA


Masku Purbo,…..

Telah Pergi!

Oleh: Arina Dienana*)

Namaku Yayuk Aria. Kata orang-orang sich aku cantik, warna kulitku putih, hidungku sedikit mancung, idiiih PeDe amat. Terserah dech, apa pun penilaianmu aku tetap senang aja. Eh tahu nggak kamu, aku sekarang sedang stres, karena Mas Purbo berubah! Ya, beberapa bulan belakangan ini masku, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu benar-benar telah berubah! Aku nggak abis pikir kenapa demikian.

Masku Purbo, sama sepertiku masih sekolah di sebuah SMA yang berada dalam kompleks Pondok Pesantren Mafaza Lubukinggau kelas II, sedangkan aku kelas I. Ia bagiku seorang kakak yang sangat baik kepadaku, ulet, humoris, periang, cerdas, gagah meskipun kurang macho, dan tentu saja dia ganteng lho! selain itu orangnya suka mandiri. Mas Purbo juga sering membiayai perongkosan mondoknya dari hasil nakok para (motong karet) pada setiap masa liburan berlangsung.

Keakrabanku dengannya sejak usia Sekolah Dasar (SD) sewaktu masih di Trans Bansos, suatu daerah pedalaman di Kabupaten Musi Rawas, bilangan Sumatera Selatan. Setelah Mas Purbo menamatkan sekolah dasarnya, orang tua kami pindah ke Jayaloka, ke tempat yang masih dalam lingkungan Transmigrasi warisan peninggalan zaman Bung Karno. Eh, kamu tahu enggak dulu bapak presiden kita Soekarno tahun 1958 pernah menanam kepala Kerbau di Jayaloka ini lho, itu sich kata kebanyakan orang-orang tua di sekitarku. Aku sich enggak begitu tahu benar apa tidak.

Dan saat itu aku baru naik ke kelas VI, harus meninggalkan SD lamaku dan pindah ke SD yang baru, SDN I Kecamatan Jayaloka. Dan Mas Purbo saat itu dengan sangat senangnya telah duduk di kelas I SMPN Jayaloka. Kedekatanku dengannya boleh dibilang sangat dekat, jelasnya aku sangat dekat dengannya. Tidak ada rahasia apapun di antara kami. Sekecil apapun permasalahan hidupku selalu kuceritakan padanya. Ia yang dengan kedewasaanya bila dibanding usia SMP-nya bagiku sangat berharga sekali bagiku. Dia selalu menolongku di saat aku butuh pertolongan. Ia selalu menghiburku di saat aku berduka. Dia juga sering membawakan aku oleh-oleh pada saat sepulang sekolah, meskipun bagiku tidak seberapa; entah itu sekadar es balon, boneka kertas, jajanan ringan, uncak cengklig (alat permainan terbuat dari genteng pecah). Pendek kata, ia selalu melakukan hal-hal menurutku adalah yang terbaik, selalu menyenangkan dan sangat berarti.

Sekarang kami sudah sama-sama dewasa. Kami menjadi semakin dekat. Di Pondok Pesantren Mafaza, Mas Purbo menjadi salah satu anggota Group Theater dan Dakwah dari "Santri Mbalule" yang sudah cukup tersohor di Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan. Sifat humorisnya yang semakin kian menjadi itu, selalu membuat lelucon-lelocon dalam setiap aktingnya, Ia selalu membuat penonton merasa sangat terhibur di sela-sela kunjungan da'wah dan ceramah Aba Ferry pimpinan kami. Penampilannya santai dengan berbagai kritik-kritik sosial melalui senjang-senjang, atau akting dagelannya, atau pantun jenakanya selalu membekas baik dan terpuji bagi masyarakat yang mengundang kelompok musik etnik tersebut, hingga aku dan teman-temanku tertawa terbahak pada saat satu kesempatan mengikuti rombongan pentasnya di sebuah dusun pelosok di Desa Napalicin, desa yang masih berada dalam naungan Kabupaten Musirawas dan berbatasan dengan Provinsi Jambi. Sekembalinya dari pentas itu, dengan senang hatinya Mas Purbo mengantar aku dan teman-temanku pulang ke pesantren. Karena dia beserta rombongan akan pentas lagi keeseokan harinya di tempat yang lebih jauh dari itu, Provinsi Jambi.

Pokoknya; Tak ada yang tak menyukai Mas Purbo. Jangankan kawan-kawanku, keluarga dekat, keluarga jauh, tetangga, bahkan nenek-kakek pun ikutan suka sama Mas Purbo. semuanya menyukainya semuanya senang dengan Masku Purbo.
"Sekeliat Rona Membara"

Sekarang,

Mengejutkan!

Aku sebel!

Aku Benci sama dia!

Sekarang dia sangat berubah drastis. Sifat humorisnya seakan tenggelam tiba-tiba. Dia selalu berbicara yang kadang-kadang njlimet, sok falsafah, nada-nada penuh nasehat, membuatku pusing setiap memaknai kata-katanya. Memang sich, dia telah menjadi sosok yang sangat alim di mataku dan teman-temanku, akan tetapi dengan sikapnya yang demikian itu membuat aku menjadi merasa sangat kehilangan dia. Aku seakan tidak mendapatkan dia sebagai Masku seperti yang dulu lagi. Aku tidak terima dengan segala perubahan drastisnya, sungguh sekarang aku benci dia. Itulah Mas Purbo yang sekarang! (bersambung…sabar ya, entar kapan-kapan aku lanjutin kisah ini)

*) Penulis tercatat sebagai santri di Pesantren Mafaza Lubukliggau Sumatera Selatan


Tidak ada komentar: